CERPEN: Kisahku

by - 24.11.11

Jakarta, Indonesia. 16 Juni 1996.

Saat pagi itu aku tidak merasakan akan ada sesuatu yang menimpa keluargaku keadaan berjalan normal seperti biasa bunda menyiapkan sarapan, ayah membaca Koran paginya dan aku bersiap ingin berangkat ke sekolah kami berkumpul di meja makan kebetulan akan membahas planning liburan tahunan sekalian merayakan ultah ku yang ke-7 tahun.
      
     Selepas dari pulang sekolah perasaan ku tidak baik. Langit siang itu memang cerah tapi tidak bisa menghilangkan rasa kekhawatiranku. Ingin rasanya cepat-cepat sampai di rumah. Bayang-bayang kedua orang-tua ku berkecambuk di pikiran ini, ku terobos semua orang di trotoar jalan yang menghalangi ku sial! Turun hujan. Aku tidak kuat lagi untuk berlari energi ku terkuras tapi langkah kaki ini memaksa hosh hosh hosh nafasku tersenggal-senggal aku telah sampai di depan rumah eh, apa itu? Ini tidak mimpi kan? Tiba-tiba pipiku terasa hangat air mataku mengalir. Dengan kejamnya seseorang telah membunuh kedua orang-tua ku pisau menancap di perut mereka sebuah pemandangan yang tidak seharusnya di lihat oleh bocah 7 tahun sepertiku. “Jangan pergi!!!”

-o-
Paris, Prancis. 8 Desember 2010.

Dalam hitam di atas putih, sudah 14 tahun kejadian itu penuh misteri polisi belum berhasil menyelesaikan siapa pelaku yang telah membunuh kedua orang-tua ku. Saksi-saksi untuk mengungkapnya juga belum bisa membantu menuntaskan masalah ini, saksi utama yaitu diriku sendiri tapi saat itu aku belum mengerti apa-apa yang aku tau bunda dan ayah memiliki client kerja yang terkadang datang ke rumah, dia tinggal di Bandung dan dia akan menjadi salah-satu pelakunya.
      
     Aku menerawang menatap lurus kearah jendela termenung memeluk kedua lututku sembari melihat butiran-butiran salju yang turun mengisyaratkan akan rindunya kehangatan pelukkan bunda dan ayah mengapa di saat hari ultah ku mereka pergi secepat itu. Tuhan izinkan aku ingin bertemunya hanya untuk melepas kangen ini.
     Tidak ingin terlalu terhanyut dalam duka aku sekarang menyibukkan diri sebagai jurnalistik mengikuti kegiatan yang di adakan di universitas ku dalam pertukaran mahasisiwa-mahasiswi ke Paris selama 3 tahun, ini tahun ke-2 ku berarti tahun depan aku tinggal di tanah-air lagi dan aku juga punya project disana untuk mengungkapkan misteri pembunuhan kedua orang-tua ku.


Hingga suatu hari. 
Aku bosan, jenuh, capek ingin rasanya bunuh diri.
Sebagian teman-teman ku di Paris mencemo’ohkan ku mereka mengatakan bahwa orang-tua ku memang berhak dibunuh katanya korupsi atau apalah. Ah! Orang-tua ku tidak se’zina itu apa urusannya dengan mereka anggap sebagai pembelajaran. Sebuah pesan e-mail pengirim bernama  ‘Gys19’ di kotak masuk ku mengatakan: “sampai kapan pun misteri ini akan jadi misteri, semuanya terungkap jika kau tau itu mungkin aku bisa membocorkannya BODOH! Hahaha –Gys19”


***
      
     Pusat alun-alun kota Paris pada hari ini cukup lengah aku menelusuri jalanan di setiap bangunan-bangunan megah dan juga berjejeran restaurant yang menyediakan sarapan atau secangkir coffee hangat. Aku memasuki restaurant itu segera memesan coffee dengan sedikit caramel di atasnya udara hari ini terasa dingin lebih dingin dari biasanya. Ku keluarkan kertas tugas akhir jurnal yang di berikan dosen kemarin membaca di setiap kata di kertas itu. Tiba-tiba aku teringat sebuah pesan e-mail semalam, siapa ‘Gys19’ sebenarnya? Darimana dia tau mengenai misteri itu?
      
     Seorang pelayan perempuan menghampiriku membawa secangkir coffee dengan caramel di atasnya hampir saja aku kena sakit jantung karena dia telah membuyarkan lamunan ku Huh! “permisi, ini pesanannya  ini bonnya nanti tinggalkan saja uang dan bonnya di meja mbak” katanya lalu beranjak pergi. Aku mengangguk paham. Kini aku kembali membaca tugas akhir jurnal ku disini tertulis bahwa membuat kasus pembunuhan yang terjadi di sekitar lingkungan kita. Deg, perasaanku berkelabut menghentikan aliran darah ini sampai ke ubun-ubun super sekian detik badanku seperti membeku. Setiap aku mendengar kata “Pembunuhan” seluit sisa-sisa kelam itu hadir lagi ibaratkan dedaunan musim gugur. Entahlah….
-o-

Paris, Prancis. 1 Januari 2011. Awal tahun.

Semua penjuru dunia sorak-sorai menyambutnya, tidak dengan ku yang sebatang-kara di Paris ini. Tahun demi tahun yang kulewati terasa hambar dan pelik tanpa ada kepastian dari polisi untuk menuntaskan misteri pembunuhan kedua orang-tua ku. Misteri ini telah menemukan titik terang, aku perlahan berhasil mengungkapkannya di ‘tangan’ ku, itu semua karena aku mengambil tugas akhir jurnal ku dengan kasus pembunuhan orang-tua ku sendiri walaupun hanya sedikit info yang di dapat.
      
     Bel rumah ku berbunyi. Pak pos mengantarkan dua paket kiriman tahun baru yang di tujukan untukku aku tersenyum menerimanya “makasih pak!”  ku lihat salah satu dari paket itu pengirimnya pacarku dia mengucapkan do’a tahun baru semoga menjadi lebih baik dan memberikan ku mantel hangat sungguh aku makin cinta dengannya, dia tau misteri pembunuhan itu terkadang mensupportku agar lebih tabah. Pengirim kedua dari nenek beliau mengabarkan perkembangan kasus itu di tanah-air dalam surat:

Tahun Baru…
Gimana di Paris? Lancar? Nenek tunggu ke pulanganmu di Indonesia. Menurut polisi disini mereka sudah mendapatkan berbagai saksi dan petunjuk atas pembunuhan itu. Saksi pertama client di Bandung tidak bersalah dia juga jadi korban tapi tidak sempat di bunuh lalu polisi memeriksa saksi lain yang di anggap curiga. Kamu hati-hati di sana kemungkinan ada juga pelaku yang memataimu. Semoga kita bisa menyelesaikannya ya nenek akan selalu mendo’aimu di sini. –nenekmu
     
     Dibalik kotak surat itu nenek memberikan sapu-tangan rajutan. Aku suka warnanya. Tiga hari sebelum tahun baru si pengirim bernama ‘Gys19’ mengirimkan empat pesan berturut-turut yang isinya sama mengatakan “aku terus memantaumu bila kau ungkap misteri ini!” Aku hanya mendesah mencoba memejamkan kedua mataku untuk tidak mengingat-ingat e-mail itu lagi. Eh, nenek tadi bilang kemungkinan ada pelaku yang memataiku atau pelaku itu memang dia? Segera aku menghubungi nomer polisi setempat dengan keadaan badanku yang gemetar menekan angka-angka di handphone.

***

     Lusanya. Semua pengurusan passport untuk kembali ke Indonesia sudah ku urus barang yang ingin ku bawa juga di check-in di bandara. Kemarin aku telah menyelesaikan tugas akhir jurnal  dari sana dosen memuji ku tidak ada lagi teman-teman yang mencemo’ohkan, mereka juga ikut membantu dalam masalah ini. Sedih bepisah di kota Paris tapi kegiatan pertukaran ini telah memasuki tahun ke-3 aku harus kembali ke Indonesia. Pesawatku mulai take off.

-o-

Jakarta, Indonesia. 5 Januari 2011.

Udara Jakarta di selimuti polusi sama seperti 3 Tahun yang lalu. Aku tiba di Bandara Soekarno Hatta menyungihkan seulas senyum manisku menatap sekeliling bandara yang di padati pengunjung mencari-cari dimana sosok pacarku dia berjanji akan menjemput. Bosan duduk di ruang tunggu, aku berjalan-jalan di sekitar bandara ini sambil mendengarkan I-pod ku mungkin saja nanti bertemu dia. “uhh” keluhku, seseorang tak dikenal menarik paksa pergelangan tangan ku mengisyaratkan agar aku mengikuti dia di samping bandara.
     Sampai di samping bandara dia melepaskan pergelangan tangan ku membuat bercak memar sangkin kuatnya dia menarik paksa tadi. Dia hanya berdehem tapi aku meringis kesal. Dibalik topi dan kacamata hitam yang digunakannya sepertinya aku tau siapa orang ini. “sorry, ngak surprise ya mudah sekali kamu mengenaliku. Curang ah!” ucapnya diikuti sela tawa ku dia terkekeh mantap. “ih, dasar. Pacar ku yang aneh” komentarku padanya dia hanya memamerkan ekspresi puas karena sukses menjahiliku.
      
     Di sepanjang perjalanan menuju daerah kebon jeruk tempat rumah nenek, aku banyak menceritakan kisahku selama di Paris dan tentang kiriman e-mail itu juga. Ketika hampir setengah jam di perjalanan sebuah mobil bergaya minimalis memotong laju kendaraan mengrem sembarangan dan mematikan gas mobilnya lalu turun mengetuk kaca mobilku. Aku pun turun. Refleks pemilik mobil itu mengangkat tubuhku, aku menjerit ketakutan dia semakin menjadi-jadi pacarku panik segera menolong tapi mataku menjadi sayu dan lemah dia menutup hidungku memberikan obat perangsang untuk membuatku pingsan. Yang terakhir kulihat adalah tubuh pacarku yang terjatuh saat mencoba menolong. Aku tertidur.

“Bagus! Bius nya tidak terlalu lama. Jangan khawatir aku tidak menyakitimu, aku hanya memastikan saja kalau kau tidak akan memeritahu tentang ‘Gys19’ ternyata kau membocorkannya. Baiklah, usahamu mengenai misteri itu cukup membuatku bersimpati aku capek dengan persembunyian ini. Gys19 itu aku dan pelaku yang membunuh orang-tua mu juga aku” katanya bersikap dingin.
     Pada akhirnya aku tidak tau apa yang harus ku lakukan bertatap langsung dengan pembunuh kejam sepertinya yang jelas-jelas dia telah membunuh kedua orang-tua ku. Pikiran ini berpacu, beriringan dengan detak jantung aliran darah mengalir dua kali lipat lebih cepatnya Tuhan bantulah aku. Aku bahkan tidak tau apa sebenarnya yang terjadi pada dia dan orang-tua ku.

ia baik denganku
ia tidak mau menyakitiku
ia merasa bersalah denganku
dan ia baru mengakuinya sekarang?
-o-

Akhir ceritaku…
      
     Dia ‘Gys19’ menyerahkan diri ke polisi atas dasar pelaku yang membunuh kedua orang-tua ku. Hampir saja polisi tidak mau menyelesaikan masalah ini tapi nenek terus berusaha membujuk. Terdengar ketukan palu dari dalam gedung Pengadilan Tinggi Jakarta pertanda putusan itu akan diberikan. Aku mendengar setiap detail demi detail pengungkapan yang keluar dari mulutnya. ‘Gys19’ mengakui pada hari kelam itu dia sebelumnya telah merancang ingin melakukan aksinya. Sejumlah rekan kerja papanya termasuk ayahku dan client ayahku bekerja di satu departemen yang sama terlibat masalah ‘dalam’ orang-tuanya di PHK dan papanya terbunuh karena salah-paham orang-tua ku menjadi korbannya juga.
     
     Aku telah menghabiskan masa waktuku berusaha mengungkapkan misteri ini. Tidak peduli sesuatu akan mengancam nyawaku kelak, jika gadis 7 tahun butuh jawaban-jawaban atas masalah ini pasti suatu saat mengetahuinya. Sekarang tepat 15 tahun 10 bulan tidak mudah bagiku atas kebenaran misteri ini Tuhan terima-kasih kau mengungkapkanNya untukku. Akhirnya.


~Tamat

You May Also Like

0 comments