Tulisan kedua di tahun 2016. Di tempat yang sama ini saya membiasakan untuk nulis lagi sejak menuntun berdamai dengan keadaan. Diri yang terdampar mengiringi langkah selama empat belas tahun. Perjalanan yang tampak berliku memamerkan setiap rasa penuh ke-egoisan tanpa berpikir tentang kemanusiaan. Tinggal di negeri yang berjuta kontrovesi membuat saya harus berpikir dua-tiga kali dalam kedepannya. Perlahan saya dipaksakan belajar untuk mengenal kemunafikan memilih dua pilihan antara bermuka dua dalam kesenangan atau jujur berakhir kesengsaraan....
Cerita pendek ini mewakili keinginan saya untuk menjelajahi negara empat musim. Sama seperti di cerita bersambung "Setiap Cinta adalah..." pada cerita juga akan merangkum dari berbagai makna mendasar dalam melihat kehidupan dengan cinta. Annayo melangkah memasuki kedai kopi sembari menunggu kereta ke stasiun menuju Kyoto. Ia melihat para pengunjung kian ramai dipadati oleh wisatawan menjelang akhir tahun. Kyoto salah-satu kota yang digemari ketika musim dingin. Annayo mengerjap. “Ah, iya... aku tidak berniat memesan kopi.” Mata...