CERBUNG: Sehari Bersama Lia (Part 1)

by - 24.12.12

     “Lusa artikelku terbit loh Mit, kamu harus membacanya!” seru Lia pelan meletakan sejumlah buku yang baru saja dipinjamnya dari perpustakaan sekolah.
     Sahabatnya tetap terus bergeming menoleh ke arah segerombolan siswi-siswi yang mengejar pria berwajah perpaduan lokal dan import sangat macho. Tipe Mita banget.
 “Sumpah, keren banget si Wahyu itu, cool...” bisik Mita kepada sahabatnya.
     Lia tersenyum tipis.
     “Lia, bisa bantu gue nggak?” pinta Mita tiba-tiba.
     “Apa?” jawab gadis itu sambil membuka buku catatan bercoverkan ‘Friendship of Colour’.
     Ketika membaca kembali lembar-lembar isi buku itu Lia teringat kembali awal pertemuan persahabatannya bersama Mita gadis disampingnya ini. Mereka bertemu pada acara pesta ulang tahun ke-7  Mita. Kedua gadis ini selalu dipertemukan bahkan satu sekolah sampai sekarang
hanya TK saja yang beda. Lia kecil tidak seperiang sahabatnya itu dia mudah sekali menangis. Selanjutnya pada lembar keempat berjudulkan: Cameria dan Camelia.
     Lia tertawa sendiri, sekilas Mita menatapnya.
     “Baca apaan sih?! Eh, iya kamu kan sekretarisnya Wahyu di OSIS, Li... comblangin gue sama dia, makanya bantu gue, tolong ya...” ujar Mita.
     “Insya Allah, aku usahain dulu.”
     Mita mengangguk. Iya, dia percaya sama Lia.
     “Besok temanin aku ke penerbit mau ngirim naskah novel.”
     “Sama Kak Rio aja gue nggak bisa.”
     “Kak Rio belum pulang masih di rumah tante, ayolah Mit.”
     “Sorry.”
     “...”
     Perlahan Lia menyikut air matanya yang mulai terjatuh Mita telah berlalu memasuki ruang kelas tapi ia masih diam berdiri di lorong koridor sampai tanda bel masuk berbunyi. Tanpa mengiyakan peringatan itu Lia berlari menuju WC untuk menenangkan diri.

***

Minggu pagi, Mita duduk diteras lantai dua kamarnya yang berhadapan langsung dengan rumah Lia. Gemercik air hujan semalam membasahi dedaunan samping jendela. Ada embun disana. Diliriknya layar handphone ada pesan pendek yang barusan masuk.

     Maaf ganggu, gue Wahyu. Boleh besok tim OSIS mewawancari keberhasilan basketmu. Kalau boleh gue tunggu di taman belakang sekolah.  Jam istirahat ya Mita.

     Dada Mita bergemuruh. Kakinya melompat kesenangan tak peduli apakah pembantunya akan melihat tingkah aneh anak majikannya ini atau mamanya berteriak karna ada gempa dadakan seperti diberitakan di tv Mita tetap tak peduli. Dia sudah terlalu senang pipinya memerah. Mita bergegas turun ke lantai satu menuju dapur mengambil sisa cake yang dibeli kemarin sore sebagai cemilannya mengerjakan PR Fisika. Sang mama masih sibuk dengan irisan sayurnya sesekali melirik putri kesayangan itu. Dalam bidang akademik dan olahraga Mita memang lebih unggul daripada Lia tapi untuk persoalan karya ilmiah atau tulis-menulis cewek itu tidak lebih baik dari sahabatnya.
     “Kamu berantem sama Lia? Kok dia pergi sendiri ke penerbit nggak bareng kamu.”
     Mita tertegun. “Kami baik-baik saja kok cuma Mita lagi nggak mau sama dia.”
     “Lho kenapa Mit?! Kasihan Lia tadi matanya bengkak seperti habis menangis.” Ujar Mama lembut sambil membalikan ayam goreng dan memberinya sedikit tambahan kecap manis.
     “Ma…”
     “Oh iya, jangan sampai persahabatan kalian rusak hanya karna cinta. Mama cuma mau kamu tau sahabat seperti Lia itu sangat pengertian dan tulus keluarga mereka juga sudah baik sama kita makanya mama khawatir kalau kalian ada masalah.”
     Mita kemudian memilih diam lalu kembali menaiki lantai dua, tak menjawab lagi karena makin lama mamanya makin kepo mau tau urusan anaknya tapi sebenarnya sang mama sangat perhatian.
     Tak lama kemudian, Jazz hitam terparkir di depan pagar rumah. Mita melihat dari balik gorden jendela kamar, ia masih memegang buku Fisikanya. “Mobil siapa itu?” suara getaran handphone membuat cewek ini terkesiap uhh sebuah pesan baru pikirnya.


     Hey, gue sudah di depan rumahmu Mit maaf dadakan datangnya hehe.
    
Deg!

     “Mbak nanti sore naskahnya baru akan kami konfirmasi kalau mau nunggu silahkan.” sapa seorang lelaki berbaju biru dengan ramah salah-satu pegawai dari penerbitan.
     “Iya mas.” jawab Lia sambil tersenyum. Lelaki itupun kembali mengecek naskah-naskah.
     Berbekal buku catatan bercover
‘Friendship of Colour’ yang selalu dibawanya itu, Lia mengusir rasa kejenuhan duduk sendiri disini. Matanya mulai melihat beberapa lembar-lembar yang menempelkan foto serta keterangan di bawahnya.
     4 Januari dua hari sesudah Cameria ulang tahun. Sebuah hadiah bola basket. Tergambarkan dengan jelas gadis kecil berkuncir memberikan kado berupa bola basket kepada temannya yang berulang-tahun dan si teman sangat senang sambil memperlihatkan pipi merahnya. Lia tersenyum hambar. Dilihatnya keterangan di bawah foto. Uh! Cameria menyuruh untuk mengantikan kartu ucapan dengan nama Mita katanya nama Cameria mirip gurunya yang galak. Raut wajah Lia mulai berubah saat melihat foto boneka dilembar berikutnya ia mematung….
     Gadis berambut pendek itu masih memakai seragam putih-biru berlari cukup jauh. “Udah ah, aku nggak mau kamu cengeng bergantung padaku kamu datang saat butuh saja dan boneka ini rusak itu salahmu sendiri.” suaranya meninggi ia sangat marah. Air mata Lia terjatuh ada sesuatu yang membuat hatinya sesak sangat sulit untuk menghembuskan nafas. Pasti perubahan sikap Mita sekarang memang sudah terjadi tapi apa? Tuhan aku hanya mau dia menjadi Mita yang dulu… sebagai sosok sahabat pelindung yang selalu berpikir dewasa…, batin Lia menutup buku catatan itu.


bersambung... Part 2

You May Also Like

0 comments