Me of Colorful

Gen Z singkatan nama generasi Z sebenarnya definisi dari rentang kelahiran orang-orang di tahun 1995 sampai tahun 2014 yang artinya generasi milenial sudah ditinggalkan namun bila ditelusuri lebih jauh ada topik yang tak habis untuk dibahas mengenai genenrasi Z. Sekarang ini, pergeseran arah sudut pandang individu berdasar dari satu variabel-variabel mengikuti sesuatu yang dianggap standar society. Tanya ke kelompok kontra menurut mereka lingkup kehidupan sering kali menitikberatkan pendapat mayoritas saja. Dalam jangka waktu panjang mau tidak mau bagaimana pun juga, yah, namanya standar pasti sulit untuk dihilangkan meski timbul ketimpangan satu sisi karena banyaknya tuntutan. 

"Kamu harus memenuhi standar pencapaian seperti yang dilakukan orang-orang."

Kelompok pro menyikapi itu sebagai perlombaan diri seperti grade of your life. Ini tentu pula berhubungan dengan asumsi generasi sebelumnya. Dari asumsi tersebut juga ditarik perbandingan objek tak nyata, biasanya kembali ke standar sosial ibarat siklus berputar terus-menerus. Setelah generasi Z generasi berikutnya nanti memiliki tingkat standar sosial di luar penalaran dengan asumsi-asumsinya. Wajar bila diri butuh sebuah pembelaan pada standar sosial yang tidak begitu penting.   
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sejak kecil paling gemar berandai dalam hal liburan modal merengek lalu pasang wajah gemas biar dikabulkan. Paham betul bagaimana kedua orang-tua sulit ambil cuti kerja sebagai gantinya kita buat kegiatan camping akhir minggu di lahan kecil depan rumah sangat sempurna untuk mewakili suasana liburan, gelar tikar di balik rimbun tanaman sambil nyantap ikan bakar.

Jika diingat cerita di atas memang bagian dari kenangan manis tak heran kenapa sebagian orang butuh berandai sebelum realisasi sesuatu walau katanya jangan keseringan entar lo gila. Akui saja dalam hati makna berandai sama seperti bermimpi tidak rugi kok karena rezeki itu harus dicari misal saat mau jelajah laman penjualan tiket online mendadak dapat tiket pesawat atau penginapan dengan harga potongan siapa yang nolak. Liburan kudu tenang tanpa harus khawatir kantong tipis, bukan?

Berikut empat destinasi tempat liburan versi saya selaku orang yang berandai-andai ingin #tiketcomotw saya rela kesambar harga gledeknya. Siapkan ponsel pintar jangan lupa koneksi internet pesan di tiket.com karena tak perlu kata andai langsung on the way.

***

Sumber Gambar: blog.tiket.com , adventuretravel.co.id , KoreanTravel
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Dilansir dari website Kominfo jumlah pengguna internet tahun 2017 telah mencapai 143,26 juta jiwa atau setara dengan 54,68 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut meningkat menjadi 10,56 juta jiwa sejak tahun 2016 sudah hampir tiga tahun berlalu yang artinya jumlah tersebut akan terus naik di tahun 2019 seiring tuntutan publik. Hal ini diumumkan resmi oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Sejak kemunculan internet yang dahulunya bukan prioritas utama sekarang beralih fungsi menjadi kebutuhan individu tanpa batasan apapun. Demikian dikatakan bahwa sebagian mata pencaharian di dapat melalui jasa internet misalnya e-commerce, media periklanan, profesi influencer dan bisnis di platform sosial media.


Dalam siaran pers No. 53/HM/KOMINFO/02/2018 pada tanggal 19 Februari 2018 Dirjen Aptika Semuel A. Pengerapan mewakili Kementerian Kominfo mengatakan, "Percepatan pembangunan broadband akan terus dilakukan." Mengingat kata Semuel, ketersediaan internet di Indonesia akan merata karena pembangunan Palapa Ring yang segera rampung. Pemerintah nampaknya serius untuk mengupayakan warga negara yang melek IT agar terhindar dari kemunduran zaman tetapi perlu diingat ada banyak kajian yang harus dibenahi pemerintah bersama dengan warga negaranya.

Terlepas dari itu, publik masih menginginkan kepercayaan dari provider internet untuk memenuhi kualitas pelayanan. Menjawab keinginan konsumen Groovy satu dari sekian perangkat akses internet yang berpengalaman sejak tahun 1996 kini hadir memberikan layanan TV kabel dan Internet di rumah (WiFi) unlimited meski untuk sekarang cakupan area layanan baru ada di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Bandung. Khusus di Kota Jakarta dan Bandung tercover internet 50 mbps gratis 30 hari.

informasi selengkapnya di sini

Keunggulan lainnya seperti gambar di atas tersedia teknologi fiber optik di dalam rumah. Apa itu teknologi fiber optik? fiber optik digunakan sebagai media transmisi karena dapat mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan kecepatan tinggi. Tidak usah dipungkiri bagaimana konsumen langsung menaruh kepercayaannya kepada pelayanan tersebut terlebih lagi dengan ragam pilihan paket internet. Sepatutnya kita mesti bangga hidup di era yang mengutamakan kemudahan dan efektifitas dalam menjelajah seluruh dunia. 

Mari mundur beberapa tahun ke belakang pertama kali TV kabel jadi unggulan hiburan setelah sosial media. Awal munculnya TV kabel ketika ditemukan tahun 1948 oleh John Walson lantaran kontur dan geografi daerahnya yang berbukit dan dikelilingi gunung. Ide awalnya sangat sederhana hanya memanfaatkan dataran tinggi yang mengelilingi daerah itu sehingga di bangun Antena Besar setelah dicoba penerimaan siarannya ternyata sangat bagus. TV kabel bisa diterima positif sebagai bidang bisnis media karena lebih baik dari siaran lokal mulai dari entertainment sampai olahraga dengan cakupan wilayah mancanegara tentu menjadi terobosan baru juga bagi Groovy.

Dewasanya perkembangan revolusi kearah era digital sangat berpengaruh besar di dunia saat ini. Tentu harus pintar memanfaatkan sisi positif sebaik mungkin terlebih lagi ada layanan TV kabel dan internet yang bisa di akses duduk manis di rumah selama 24 jam. Ketahuilah kita tidak dapat menolak era yang berkembang pesat seperti selogan Groovy "Feel free to terminate. 30 days money back guarantee."

***

Sumber Gambar: kominfo.go.id dan groovy.id
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Yogyakarta tidak pernah terganti dalam list resolusi saya di poin traveling, daerah istimewa yang mempertahankan unsur kesultanan dan warisan budaya berhasil buat saya menaruh hati dibanding harus wisata jauh ke Luar Negeri. Sebelum merealisasikan resolusi tersebut lebih dahulu saya browsing seluk-beluk wisata Jogja beruntung saya menemukan paket lengkap di blog RedDoorz mulai dari destinasi tempat, tips-trik, kuliner bahkan akomodasi penginapan pun ada untuk saya catat rapi di note. 

Alasan yang mungkin terdengar cukup aneh, saya nanti berencana tidak pilih penerbangan langsung Palembang-Yogyakarta singgah ke Jakarta saja naik transportasi kereta rute Jakarta-Jogja tantangan belajar jadi wisatawan toh pemandangannya asri nan segar. Selain itu, Jogja menawarkan banyak pilihan juga bagi manusia penyuka event maupun festival seni seperti saya begitu spesialnya Jogja di mata saya, segudang perjalanan di Jogja memang sangat menarik. List-to-do?

Kenal Situs Sejarah Lewat Candi


Kemegahan luar biasa menjadikan candi-candi di Jogja dalam salah satu warisan budaya oleh UNESCO. Sebagai lulusan teknik yang berkecimpung di dunia infrastruktur timbul rasa penasaran saya pada pembangunan para leluhur kita di zaman itu amat menyenangkan bisa kenal hal baru seiring waktu kawasan candi dipakai pula untuk tempat pegelaran musik contohnya Prambanan Jazz.

Menonton Pentas Seni dan Budaya


Ini nih, hal wajib yang dilakukan wisatawan tak terkecuali saya sendiri maklum di daerah tempat tinggal saya jarang ada pentas seni dan budaya seperti kebanyakan Daerah Jogja. Sisi positif yang dapat saya ambil keanekaragaman dari masyarakatnya saling toleransi. Bukan hanya itu, sepanjang tahun di Jogja digelar book fair, festival musisi indie, festival gamelan Jogja dan kegiatan-kegiatan khusus yang diselenggarakan oleh Keraton. Tidak ada kata bosan bagi saya menikmati hiburan atraktif dijamin ini murah apalagi meriah.

Alam Hijau di Dataran Tinggi


Saya patut tersenyum lebar karena tidak salah memilih Jogja sebagai daftar resolusi, guys wisata alamnya jangan sampai dilewatkan bayangkan disuguhi jejeran pepohonan hijau dengan latar pegunungan dan garis pantai plus udara segar, siapa yang nolak! Cocok untuk saya yang penat dari rutinitas monoton pingin seminggu tanpa gadget.

Cita Rasa Legendaris


Menyebutkan kuliner Jogja pasti teringat si gudeg tak lengkap berwisata tanpa mencicipi satu jenis makanan khasnya. Jujur, rasa gudeg buat saya penasaran meski saya bukan pencinta makanan manis seperti umumnya masakan daerah Jawa. Bagian serunya saat penjual ngeracik yang resepnya ada turun-temurun campuran berbagai hidangan lauk, sayuran, sambal dan bumbu rempah disajikan di daun pisang komposisi rasa gurih.

Tempat Santai yang Cozy


Ikon tempat nongkrong populer kalangan anak muda selain Jakarta dan Bandung yah, di Jogja. Saya bukan termasuk bagian milenial yang suka nongkrong-nongkrong cantik memesan kopi yang harganya bisa dipakai jajan tiga hari. Tongkrongan di Jogja ramah di kantong fokusnya di interior mulai dari modern sampai nuansa Indo-Holand. Bila mau solo trip saya akan bersantai naik andong nikmati jalanan Malioboro atau duduk di kafe seperti warga lokal. Tidak lupa saya cari tau apa tips-triknya di blog RedDoorz terutama yang belum pernah pergi sendirian seperti saya.

Bagaimana akomodasi penginapan?

pemesanan RedDoorz di sini

  • Kebetulan banyak penginapan di Jogja bekerjasama dengan RedDoorz ada ragam penginapan yang bisa kita pilih sesuai rekomendasi atau properti yang disarankan harganya bersahabat sudah termasuk pajak ditambah potongan promo pula dengan 6 guarantee service dari RedDoorz yaitu linen bersih, kamar mandi bersih, perlengkapan mandi, televisi, air mineral dan WI-FI gratis. Nah, traveling ke Jogja nanti saya tidak ragu lagi cari tempat penginapannya.
  • Nilai rata-rata ulasannya 4,6/5 disertai label Great Value karena pengunjung pasti inginkan budget setara backpacker sekaligus fasilitas memadai layaknya hotel berbintang. Ukuran kamar bisa disesuaikan kebutuhan lengkap oleh fasilitas penunjang juga seperti kolam renang, area parkir, ruang tamu dan dapur bersama.
  • Selain garansi pelayanan, RedDoorz sangat pengertian bagi wisatawan dong lokasi-lokasinya disebar tidak jauh dari pusat wisata dan belanja tentu saja saya akan pilih penginapan yang dapat dijangkau berbagai destinasi tujuan misalnya RedDoorz Plus near Tugu Jogja 2 hanya 800 meter dari Tugu Yogyakarta.

Lalu, rencana pencapaian tahun 2019 saya? Sederhana semua tentang perjalanan hidup harus lebih disyukuri ada harapan untuk dijadikan resolusi. Kalau dulu saya tidak pernah sama sekali nyusun daftar resolusi untuk tahun ini saya akan menyusunnya, mulai dari resolusi traveling ini. Berdoa semoga terwujud. Aamiin.

***

Dibuat untuk mengikuti Blog Kompetisi RedDoorz
dengan tema "Resolusi Traveling 2019"
Sumber Gambar: blog.reddoorz.com
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Bertemu musim lainnya di Pertemuan (Summer)


“Hanna sepertinya saya harus berterima kasih padamu,” Seorang teman berkata sewaktu kami sedang duduk menunggu bus. Kami bertemu ketika aku pertama kali menetap di Seoul—hampir lima tahun lamanya. Pandangan positif dirinya mengenai kehidupan buatku kagum. Selama lima tahun pula ada kisah yang aku dapatkan; upaya wanita untuk menyalurkan paham feminisme.

Bergegas kami masuk ke dalam bus tujuan Daegu.

Aku memberikan dua tiket Changgeuk* padanya. “Buat orang-tuamu mereka akan suka.” Dia menggeleng pelan. “Kami berselisih lagi.”

“Meyakinkan sebuah kepercayaan semuanya ada proses dan butuh waktu.”

“Ada jaminan?”

Aku mendengus. Seperti biasa, baginya masalah tidak perlu di bawa serius bisa menambah tengsi kulihat dia tertawa ringan. “Saya bercanda jangan langsung berasumsi, Han.”

Sok bijak. Gantian aku yang tertawa. Detik berikutnya kami saling menertawakan tingkah masing-masing untung saja suara tawa kami tidak sampai ke telinga penumpang bus.

“Bahasamu makin lancar ya, Jeon. Kapan mau ikut saya ke Indonesia?”

Jeon diam mengalihkan pandangannya pada jejeran lampu jalan seakan pertanyaan itu sulit untuk dijawab, dua tahun Jeon menetap lama di Indonesia cukup untuknya tau seluk-beluk Negara Indonesia. Alasan itu membuat obrolan kami kian akrab bersama Jeon pula banyak bahan dijadikan diskusi mendapat ilmu secara psikologis bagiku penting menyenangkan ketika bisa menerapkannya langsung di diri kita.

Baiklah, aku tidak usah mengulang toh pertanyaan itu yang terakhir.

Beberapa kendaraan parkir di bahu jalan memenuhi Kuil Donghwasa pilihan tempat wisata Kota Daegu yang paling ramai pengunjung. Lampu-lampu bangunan bersinar terang dibuat mirip hiasan gantung warna-warni seperti ada festival penyambutan matahari terbit karena besok minggu terakhir musim gugur.

Sayangnya bus yang membawa kami tidak mampir ahjussi* memacu kemudi sewaktu lampu lalu lintas berubah hijau.

Diam-diam Jeon mengikuti arah pandangku melihat aktifitas jalanan dari kaca jendela.

Apa?

Seolah membaca pikiranku, gadis rambut panjang itu menjawab dengan suara lirih. “Aktifitas di jalan memang menarik.” Dia tidak bahas pertanyaan tadi. “Sejujurnya saya memiliki keturunan Indonesia keluarga ibuku orang Melayu. Kau paham bagaimana kita menutup rapat norma yang dianggap tabu seperti stereotipe orang berbeda di sini sudah tercampur modernisasi. Maaf Han, baru menceritakan padamu.”

Aku tidak kaget duduk tenang di samping Jeon mencerna kalimat dibalik nada penyesalan.

“Kata pepatah masih ada kemungkinan baik yang datang di kondisi apapun.”

“Tentu Han, asal ikhlas hasil tidak mengkhianati. Kau tidak marah saya belum jawab? Maksud saya, untuk beberapa waktu saya tidak siap bila ke Indonesia tapi jujur ada keinginan kembali ke sana membuka lembaran baru.”

Dugaanku salah. Dia membahasnya.

“Saya pastikan kau akan ke sana lagi, Jeon.” jawabku nyengir.

***

Kurang lebih empat jam perjalanan di dalam bus akhirnya sepatu kami baru menyentuh aspal jalan yang penuh guguran daun separuh daunnya bernominasi daun maple. Jeon menangkup dua tangan di depan dada pakaiannya hanya dilapis sweater mungkin dia tidak mengira suhu di Daegu sedingin ini, aku mengeluarkan hoodie panjang dari tasku memberikannya, sekelebat senyum ‘terimakasih’ muncul di wajahnya.

Meski mulai gelap, langit masih cerah semburat awan khas musim gugur kadang terlihat seperti gumpalan embun sesudah hujan. Kami berjalan kaki menuju penginapan menulusuri panjangnya trotoar di bawah pepohonan yang menyisahkan ranting-ranting. Mataku menjelajah tiap sudut jalan terdapat pantai yang menghadap langsung bangunan dua tingkat arsitektur atapnya mirip rumah tradisional Korea dan sisi kanan halaman ditanami buah jujube. Butuh waktu lima belas menit dari stasiun bus untuk sampai di bangunan itu.

Langkah Jeon berhenti tepat di depan gerbang badannya membungkuk hormat, seorang halmeoni* berdiri dengan senyuman ramah.

“Bagaimana kau suka penginapannya?” tanyanya, kepalaku mengangguk antusias.

Halmeoni selaku pemilik bangunan menyapa kami sambil membalas pelukan Jeon berkata, “Anyeonghaseo* Bo Ram-ah, lama tidak mampir berkunjung. Oh, Kau datang bersama temanmu yang dari Indonesia, ya?”

“Ne*, saya Hanna. Terimakasih halmeoni sudah menyambut kami semoga kami tidak merepotkan.”

“Tidak masalah, ayo, masuk! Halmeoni mau ambil minuman teh jujube dulu biar hangat. Kalian taruh barangnya di dalam saja.”

Kami berdua menurut. Masuk ke dalam ruang tunggu ada pemandangan menyegarkan mata terpampang lautan biru dan jejeran kursi santai pelengkap interior.

“Jeon, kalian sangat akrab ya, halmeoni tidak sungkan panggil namamu.”

Dia menyamankan posisi duduknya mulai bercerita lebih jauh.

“Dulu penginapan ini adalah rumah halmeoni penghuninya pun ramai setiap saya ke sini ada banyak teman main,” Dia tertawa hambar lalu melanjutkan, “Makan di tepi pantai jadi rutinitas wajib dan saya bertugas membawa gelas. Satu cucu halmeoni ada yang akrab denganku pulang-pergi sekolah bersama.”

Jeon menghentikan ceritanya mengambil nampan dari tangan Halmeoni menaruh dua cangkir teh jujube di atas meja.

“Silahkan, kalian minum tehnya, maklum suhu Daegu musim gugur tahun ini cukup dingin. Kalian besok rencana pergi kemana?”

“Kami hanya satu hari, halmeoni. Sebenarnya tujuan kami seperti yang dijelaskan di telepon,”

Mata Halmeoni menatap hati-hati ke arah kami detik kemudian bibirnya mengembangkan senyuman. Aku membayangkan kemungkinan kalau-kalau halmeoni keberatan nyatanya tidak buruk, Jeon pun menarik napas lega. Paling tidak kedatangan kami ke Daegu mendapat hasil.

Belum sempat Jeon melanjutkan kalimatnya, Halmeoni langsung ke topik obrolan yang kami maksud. “Seong Ah tidak berani dan setegar kau, Bo Ram. Entah berapa kali gadis itu halmeoni ingatkan dia masih terus mempercayainya apalagi sekarang mereka sudah tinggal serumah. Badannya penuh luka memar dia terlihat sangat menderita, Bo Ram-ah... seharusnya Seong Ah bisa berpikir jauh.”

Aku menelan ludah. Pantas Jeon mau ikut mengembangkan bahan survei di sela-sela cuti mengingat objeknya adalah orang terdekat.

“Maaf, Halmeoni, seharusnya kami datang lebih awal agar Seong Ah paham.”

Halmeoni menghela napas. “Jangan segan kalian juga sudah jauh-jauh cuma bisa dengar fakta yang tidak mengenakkan.”

“Tidak Halmeoni, itu cukup untuk kita sekadar tau. Apa sebelum pindah dari penginapan Seong Ah ssi* berpesan sesuatu?” gantian aku bersuara, meluas topik obrolan.

“Seminggu sebelumnya, Seong Ah bilang tidak ada kesempatan kembali ke sini halmeoni disuruh untuk bertukar kabar via jauh saja.”

Aku dan Jeon bertukar pandang menyiapkan diri untuk pernyataan terburuk.

“Halmeoni pernah sekali ketemu orang tua pacarnya yang berasal dari keluarga berada. Selain kasta yang berbeda kedua orang tuanya tidak mau Seong Ah menjalin asmara dengan anaknya, mereka tau orang tua Seong Ah bercerai dan selektif untuk tidak terikat hubungan. Nyatanya, anaknya sendiri banyak ketimpangan kuasa atas Seong Ah hubungan yang protektif, bahasa anak muda cinta posesif,”

“Keberanian atas hubungan perlu, bukan? Kalian sudah punya bekal itu semoga waktu bisa membuka pikiran Seong Ah.” jelas halmeoni hendak bangkit berdiri. “Baiklah, Halmeoni cukupkan dulu kalau ada yang ingin ditanyakan jangan sungkan nanya, ya. Kalian pasti capek sejak daritadi belum istirahat halmeoni izin ke belakang mau menyalakan pemanas.”

“Kamsahamnida* halmeoni.” Kami serempak menjawab. “Terima kasih juga teh jujubenya.” Jeon menambahkan seraya meminum habis tehnya aku pun ikut meminum tehku yang mulai dingin.

Rasa buah jujube ditanam lokal memang jauh berkualitas jadi ingat hari pertama di Korea aku ingin menanam buah jujube di lahan kecil pada kenyataannya aku tinggal di apartemen yang tidak ada sepetak pun tanah karena harga tanah lebih mahal dibanding ruangan apartemen.

Setelah berganti pakaian dan istirahat dua puluh menit, kami berdua jalan-jalan di sekitar penginapan jemariku sibuk memotret pemandangan authentic tampak Jeon mempercepat langkah melihat ayunan di tengah taman, aku di belakangnya melihat dengan wajah was-was takut Jeon tersandung. “Yak, hati-hati!”

“Han, lihatlah, bukankah Daegu seperti harta karun tersembunyi? ada ayunan, jejeran pohon maple dan lautan. Perpaduan warna yang pas!”

Ah, iya. Seratus meter dari pantai ada sebuah taman dirindangi pohon maple di tiap sisinya. Pantas Jeon menggerlingkan mata senang.

Aku tersenyum ke arah Jeon. “Jadi list perjalanan lagi tahun depan.”

“Algeseumnida* dan good idea i correct you.”

“Bahasamu macam jamu yang di minum ibuku campur sari.”

Dia tertawa, lalu menggelengkan kepalanya sekilas. “No, kapan-kapan saya tambah Bahasa Jepang sedikit kata yang diajarkan Seong Ah.”

“Curang. Bahasa Koreaku belum lancar dan kau ingin memakai Bahasa Jepang?”

“Belajar dong, Han.” Jeon ikut protes. “Terimakasih. Cukup Bahasa Korea saja yang bikin pusing.” jawabku, tertawa ringan.

Pukul delapan malam lewat tiga menit. Lebih kurang setengah jam kami duduk di papan ayunan, tak henti-hentinya memfokuskan pandangan pada pohon maple yang daunnya jatuh tertiup angin musim gugur.

“Jeon, cucu halmeoni yang akrab denganmu itu..., Seong Ah?”

Jeon mengangguk. “Seong Ah yang senang membanggakan pacarnya, yang setiap hari di beri hadiah manis pacarnya, yang tidak pernah bosan bertemu pacarnya, yang mengadu sikap buruk pacarnya sampai mengeluh diperlakukan kasar pacarnya... semua saya tau, Han. Mengingatnya bikin hati piluh saya tempat tujuannya tetapi saya tidak paham dengan masalah yang dia alami. Kata Seong Ah, tidak mau membebankan masalahnya di atas masalahku. Dan mengapa tidak akhiri hubungan dengan pacaranya? Seong Ah diancam akan di jual ke pekerja komersial dengar cerita halmeoni tadi buatku makin piluh.”

Mataku membulat. “Diancam?”

“Di era milenial mengancam wanita adalah senjata paling mudah anggapan sebagai makhluk lemah sudah melekat. Oleh sebab itu, Han, jangan takut menyuarakan pendapat sendiri. Kau beruntung memiliki pasangan yang sama-sama berlajar mendewasakan diri.”

“Iya, saya harus lebih bersyukur. Komitmen sangat penting daripada menempatkan cinta di atas segalanya mungkin karena itulah kami bisa mengesampingkan ego.”

“Menuruti stereotipe orang memang tidak habis-habis.” lirih Jeon bergidik ngeri.

Aku menghela napas berat. Benar saja, banyak kasus feminisme tidak mudah diselesaikan karena stereotipe kelompok manusia. Hak keadilan yang berbeda pandang pun dipersulit. Kepalaku beralih ke perut Jeon yang sedang mengandung anak pertama tanpa sosok ayah. Bibirku terangkat, khusus kuarahkan pada wajah Jeon yang tidak lagi menampakkan guratan-guratan kesedihan setelah satu tahun berlalu. Kadang untuk menyuarakan sudut pandang yang berbeda keadilan itu hilang—tidak menuruti stereotipe.

“Jeon, sudah pukul sembilan kajja* kita kembali ke penginapan tidak baik berlama-lama di udara dingin kau bisa masuk angin kan tiga minggu lagi dek bayinya lahir.” desisku.

Mata Jeon mengedip. “Tante Hanna perhatian sekali,” sebelum bangkit berdiri Jeon mengambil beberapa lembar daun maple memasukkannya ke kantong coat. “Han, bagaimana kalau nama Maple?”

“Bagus, nama yang bermakna spesial bagi pemiliknya.”

“Akan saya namai Maple meski jatuh terbawa angin daunnya yang gugur jadi keabadian.”

Namun, masing-masing arus pikiran sibuk mencari kemungkinan agar Seong Ah keluar dari penderitaan. Dalam silaunya lampu jalan kami beranjak meninggalkan taman. 




*Keterangan*
Changgeuk (Opera tradisional Korea), Ahjussi (sebutan pria tua), Halmeoni (Nenek), Anyeonghaseo (Menyapa "Hai"), Ne (Iya), ssi (Memanggil nama secara sopan), Kamsahamnida (Terimakasih), Algeseumnida (Saya mengerti), Kajja (Ajakkan "ayo")
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Konsep melancong 2-3 hari bagi yang berjiwa petualang tak ada masalah lelahnya jadi pengalaman manis, seru saya seperti traveller sejati padahal seharian besok harus melek mata. Menginjak kaki di Pulau Jawa bagian Timur yang belum sempat terpikirkan hanya kepingin ke Jogja yang terkenal nuansa sultannya itu. Lagipula kesempatan tidak datang dua kali saya pun langsung berangkat melupakan sejenak bayangan Jogja tadi dengan sunrise Gunung Bromo. Matahari belum sempurna naik bersembunyi diantara tiga susunan gunung menambah dinginnya suhu, berulang kali saya menggosokkan telapak tangan.

Menghitung detik sampai jarum pendek di angka lima semua sudah duduk beralaskan karpet kecil sewaan, berdiri di pinggir pembatas, peralatan kamera dan menunggu matahari naik dengan harapan bisa menghangatkan suhu karena makan semangkuk kuah bakso bagi tiga belum cukup hangat apalagi kenyang.

Oh, begini yang dilakukan manusia pengejar sunrise rela tidak tidur semalaman. Dalam hati saya berterimakasih diberi nikmat bisa lihat langsung suasana hangat meski di tempat dingin, langit menunjukkan sedikit warna kuning yang saya yakin ditutupi embun. Dari bawah sana konstruksi-konstruksi Tuhan tampak indah kawah aktifnya juga baik seperti doa banyak orang. Satu tempat untuk melebarkan senyuman pada kawasan yang memiliki dua sisi yang berbeda tetapi sayuran bisa tumbuh subur. Saya tidak perlu jabarkan panjang-panjang traveling to Bromo. Ketik di kotak pencarian internet pasti ada tentu saja tidak mengecewakan semua punya kesan baik.

Cerita setelah pulang adalah hadiahnya; Sepuluh derajat selsius.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Karya kolaborasi Brilliant Yotenega dan Wisnu Suryaning Adji. Salinem dalam Rahasia Salinem (2018) adalah seorang abdi dalem, perempuan yang mengabdikan hidupnya untuk mengurusi kebutuhan keluarga keraton. Sepanjang hidup Salinem yang merentang hampir satu abad lamanya, sejak 1923 hingga 2013, latar ketika cerita sebenarnya dimulai, ia bergelut dengan serangkaian peristiwa kelam. Namun, barulah saat menjelang kematiannya, misteri hidup Salinem sesungguhnya terkuak. Misteri yang tidak hanya menggoyahkan keutuhan sebuah keluarga keturunan bangsawan, tapi juga mengungkap peran penting seorang jelata sebagai baut kecil yang mempertahankan keutuhannya selama hampir 100 tahun.

Selengkapnya baca di Storial

***

Dari sinopsis yang tidak muluk-muluk tetap bisa membuat rasa penasaran pembaca. Beranda twitter kebetulan dipenuhi banyak ulasan positif novel ini jadilah saya menyimpan Rahasia Salinem di rak bacaan akun Storial–wadah online penulis dan pembaca milik founder Anak Negeri. Tokoh utama disebutkan dalam sinopsis memiliki rahasia yang belum sempat dibagikan mungkin di sini perjalanan panjang dari kenangan-kenangan yang terlupa. Bukan perihal rahasia ala detektif atau komplotan mafia ini bisa disebut rahasia berupa harta karun yang tidak bernominal. Di permulaan bab saya sudah kagum dengan plot rapi yang disajikan penulis baru pertama kali bagi saya menemukan cerita yang benang merahnya hadir di awal.

Lelaki bernama Tyo cucu dari Salinem dan keluarga besar berkumpul di Solo menghadiri acara pemakaman semua berselimut kesedihan ditinggal pergi orang tersayang selamanya, tidak ada sebutan khusus untuk penyelamat keluarga sosoknya selalu jadi panutan mereka; Salinem. Benar saja kisah memang tak pernah usai.

Setelah pemakaman Mbah Nem keluarga besar langsung berdiskusi bagaimana memasukkan nama Salinem di pohon silsilah mereka tanpa Tyo duga ada fakta tersembunyi yang baru ia tau, Salinem bukan nenek kandungnya. Ada banyak pertentangan yang akan di ambil keluarga besar Tyo karena pengorbanan Salinem terhadap keluarga ini kelak tidak boleh dihilangkan dalam ingatan anak-cucu mereka. Lima detik saya terdiam seperti becermin di keluarga besar saya yang memang dari kecil dikenalkan pada silsilah ketika berkunjung ke rumah sanak saudara itu sebabnya ketika kakek-nenek kami meninggal penurus keluarga harus tau meski cuma dari fotonya mungkin pula terdapat silsilah lain sebelum buyut-buyut yang sudah lama hilang. Darisinilah Tyo sadar ia belum mengenal Mbah Nem lebih jauh.

Alur maju-mundur dihadirkan penulis di cerita. Berlatarkan tempat Sukoharjo tahun 1925 Salinem kecil menetap lama di sana ayahnya bekerja sebagai kusir delman Kawedanan. Nasib Salinem terus pindah-pindah membuatnya mengerti sebuah kata perpisahan. Ada banyak latar selain Sukoharjo, melalui Kota Solo dan keluarga keraton saya larut terenyuh akan Mbah Nem menyikapi sesuatu permasalahan dengan sederhana "Jalani saja..." katanya. Konflik diperkuat sedikit singgungan perang Jepang, penjajahan Belanda, masa setelah kemerdekaan Indonesia, dan pembantaian PKI bagai tali terikat erat entah bagaimana dibuat cukup natural. Pemilihan dua sudut pandang juga tepat, Tyo bersama keluarga besar menyusun kepingan cerita Mbah Nem yang tergerus waktu dan Salinem menyambungkannya melalui jawaban kisah masa lalu, takdir membawa Tyo berjumpa Eyang Parjo barang satupun kenangan yang beliau lupakan bila Tyo menyebutkan Salinem. Manusia tentu pernah muda pertemuan keduanya sangat manis bukan seberapa seringnya bertemu tetapi seberapa setianya untuk menunggu, nama Suparjo selalu Salinem lantunkan dalam doa, mereka sejak lama ditakdirkan meski Salinem tidak percaya takdir. Pengorbanan untuk cinta yang tak biasa meluluh-lantak harapan. Manusia juga berhak atas pilihan 90 tahun sudah Mbah Nem menempati janjinya kepada sahabat terkasih Gusti Soeratmi dan Gusti Kartinah untuk bersama keluarga ini memilih tujuan hidup yang berbeda, "Buatku, mereka anak-anakku."

Hampir seminggu sejak saya selesai membaca Rahasia Salinem ajaibnya kehangatan itu masih terasa sampai saya menulis ini, saraf-saraf di otak pun rileks ada masa dimana saya merindukan kenangan lama mengutuk diri untuk mengulang waktu ternyata hidup soal perpindahan-perpindahan akan selalu berada di titik baru biarkan saja kenangan datang bersama waktu dan terpatri ditempatnya sendiri. Sebagaimana Mbah Nem bilang Tuhan punya rencana dan Tyo mengerti bahwa kenangan ada menjadi bagian besar cerita kehidupan di keluarga ini melalui rasa yang terdapat di pecel Salinem. Tidak adil hanya menjabarkan poin plus, Mas Brilliant dan Mas Wisnu menempatkan diksi tidak sesuai bikin keliru antar paragraf maklum saja novel dengan 57 bab ini dirangkum dari novel versi cetaknya (informasi cetak di sini). Saya kasih RATE 4,5/5 biar cukup berani.

Terimakasih mengizinkan Salinem bertemu ke banyak pembaca yang sedang meragukan makna perjalanan hidup satu platform yang sangat mengapresiasi penulis serta membantu budaya gemar membaca jangan lelah berbagi ilmu kepenulisanmu, Storial.co
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts
ana's. Powered by Blogger.

About me



"Semua ditulis atas pendapat ego, filosofi sosial, dan diskusi santai. Tulisan saya tidak istimewa hanya pengingat untuk saya baca ketika sulit berekspresi berharap seperti minuman yang diseduh; menghangatkan."

Social Media

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Gmail

Categories

Artikel (2) Cerita Bersambung (10) Cerita Pendek (12) Ceritaku (8) Opini (9) Quotes (12)

recent posts

Blog Archive

  • ►  2024 (1)
    • ►  December (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  October (1)
  • ▼  2019 (7)
    • ▼  April (2)
      • Opini: Standar Sosial Gen Z
      • Liburan Orang Berandai
    • ►  March (2)
      • Era Internet dan TV Kabel
      • Resolusi Traveling 2019: Jogja Sendu
    • ►  February (1)
      • CERPEN: Tentang Maple (Autumn)
    • ►  January (2)
      • Peraduan Baik
      • Rahasia Salinem, Kenangan Itu Ada
  • ►  2018 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  August (1)
  • ►  2016 (2)
    • ►  May (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
  • ►  2014 (6)
    • ►  December (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
  • ►  2013 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (4)
  • ►  2012 (10)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2011 (2)
    • ►  November (2)

Free Blogger Templates Created by ThemeXpose