CERBUNG: Sehari Bersama Lia (Part 4)

by - 16.3.13

Sebelumnya di Part 3


27 Maret 2004. Hari ini aku dan Mita terakhir camping di puncak. Awalnya aku ceroboh menghilangkan boneka ku. Mita mencari boneka itu sampai dapat, dia juga ikut menghilang dan tersesat. Tuhan... aku sekarang tidak minta boneka itu lagi, aku maunya Mita! Cuma dia sahabat yang baik. Aku tidak mau kehilangan dia.
      Lia menggeleng. Sakit. “Tidak. Mita sudah bahagia bersama Wahyu.”
      30 Maret 2004. Heii aku senaaang sekali Mita akhirnya ketemu tapi aku cemburu, dia punya teman baru cowok lagi. Namanya Wahyu. Hah! Aku juga iri sama Mita si Wahyu ngasih boneka. Dan Mita memang sahabat baik boneka itu di berikannya padaku sebagai ganti boneka yang hilang. Makasih, aku sayang Mita.
Seluruh tubuh Lia seperti di tancap ribuan paku, dia menggigit bibir bawahnya membaca berulang-ulang di kata ‘Wahyu’. Lia berbalik untuk pergi, tapi kemudian berhenti dan memandang lintasan pesawat. “Apakah harus aku tunda dulu,” serunya. “Untuk berkata maaf dan memperbaiki lagi.”

***

Mita termangu menatap foto Wahyu di tangannya. Di sekitarnya bertebaran foto-foto dirinya bersama Lia berbagai ekspresi. Kenangan akan persahabatan mereka sejak kecil bahkan tak mampu membuat Mita mengantikan sosok Lia.
     Diingatnya betapa menyenangkannya mereka dulu, saling berbagi cerita. Setelah ia menemukan lelaki bernama Wahyu semua hancur, luluh lantak tanpa akhir yang jelas. Baru kali ini Mita merasa sendirian. Dengan wajah muram di urungkan niat latihan basket pada jam istirahat dia ingin sendiri di kelas.
     Mita meraih hpnya yang sejak tadi berdering. “Kenapa? Gue ngak bisa. Kita sekarang ngak ada hubungan jadi, lo lupain gue!!”
     Di saat Mita mendinginkan pikiran dari segala macam mengenai Wahyu, murid-murid satu sekolah malah membahas kedekatannya dengan ketua OSIS itu, di balik luar kelas yang terdengar sangat jelas olehnya. Bel masuk berbunyi.



Ketika sudah sampai di depan gerbang sekolah, tak disangka Wahyu melintas di hadapan Mita. Namun Mita mempercepat langkah. Sebenarnya, ia menghindar untuk membuang perasaan lebih kepada Wahyu segera mungkin pula akan di bencinya.
     “Kok jadi cuek Mit, soal wawancara itu ngak apa kalau ngak bisa. Gue tau alasannya karena ada sesuatu yang lo simpan dari gue.”
     “Apa urusan lo sih?” Mita sewot, semakin mempercepat langkah kemudian Wahyu mengekor di belakangnya.
     “Jangan merasa terus bersalah dengan menjadi pesimis. Apalagi lo bilang lupain, buat gue menyia-nyiakan semuanya. Semua yang terlalu lama—menunggu.” Wahyu memandang Mita khawatir tapi gadis itu memutar bola matanya malas. Murid-murid yang sedang berjalan menuju lapangan parkir kontan berhenti dan menonton.
     Begitu tak ada reaksi, Wahyu segera mengandeng Mita menjauh dari keramaian. “Sungguh gue ngak ngerti maksudnya, Yu?! Udah deh minggir, lepasin tangan gue!” Mita mendorong tubuh Wahyu. Wahyu tetap bergeming disitu.
     “Oke, gue akan jujur tentang masa lalu kita.”
     Ternyata Wahyu mengandeng Mita menuju Jazz hitam yang terparkir di parkiran khusus sekolah. Tanpa banyak bicara, dia menyuruh Mita masuk. Setelah mobil itu menjauh keluar dari area sekolah, kemudian Wahyu menghentikan mobilnya di dekat lapangan komplek perumahan.



bersambung... Part 5 

You May Also Like

0 comments