CERBUNG: Sehari Bersama Lia (Part 5)
“Sembilan tahun lalu ingat kan saat tersesat di puncak cowok yang ngerawat lo sampai bertemu Lia. Itu adalah gue, Wahyu. Kita sempat kenalan dan lo cerita semuanya tentang sahabatmu Lia walaupun ia sahabat manja dan cengeng. Tapi tetap saja lo nerima apa adanya, ngak mengeluh dan menyenangkan makanya gue ikut juga ngerasa. Eh, rupanya lo juga mudah sedih selalu nanyain ‘kenapa’ jadinya seperti bersalah padahal lo butuh perhatian. Hmm.. kita memang dulu masih kecil dan sampai sekarang, ntah mengapa gue berandai pengen punya pasangan sepertimu Mit. Kemudian... lo menghilang... dan gue, menunggu, ingin selalu ada di samping lo dengan cara begini.” Wahyu membeberkan panjang lebar menerawang jauh di kursi kemudi.
“Mita, please jangan bersikap dingin pada
siapapun gue ngak suka dan gue tau persahabatan kalian hancur karna gue, maaf.
Tapi tak ada salahnya untuk kalian memperbaikinya.”
Mita hanya terdiam karena tidak tahu
harus bagaimana merespons kata-kata Wahyu. Terkadang ia memandang Wahyu dengan
nanar. Cowok itu memang sudah begitu dekat dengannya, namun... Mita belum bisa
menyuruhnya buat menyinggah di relung hati.
Kini Jazz hitam Wahyu sampai di depan
rumah, Mita mengelus pelan tangan kiri Wahyu yang sedang memegang tuas gigi
mobil.
“Makasih. Gue akan mencoba semuanya dengan
baik, Yu... jangan terlalu mengkhawatirkan gue. Yang lebih bikin khawatir
justru diri lo sendiri.”
Mita membuka pintu mobil dan segera
membuka pagar rumahnya. Gadis itu sudah tidak sabar mengistirahatkan sejenak
tubuh dan pikirannya yang telah berhasil melewati rentetan kejadian. Setidaknya
ini diakhiri kejelasan dari Wahyu. Terlebih lagi Wahyu juga suka dengannya.
Cuma untuk persahabatan bersama Lia? Akan segera di perbaiki.
“Bik Ona
ngak berani, non saja yang langsung masuk. Tadi waktu pulang non Mita jutek,
suer deh, ciyuuus.” Kata bik Ona pembantu gaul.
“Ckck lucu deh si bibik. Aku masuk ya
bik,”
Bik Ona mengangguk. Lia diam sejenak,
karena masih dalam proses berpikir kalimat apa yang akan ia katakan nanti pada
sahabatnya. Terlepas betapa dia sangat mendambakan persahabatan lagi dan
terlepas juga masalah yang harus mereka perbaiki.
“Mit, harusnya aku yang salah. Bukannya
ikutan menyelesaikan masalah aku malah kabur gini, aku egois... maaf.” Lia membuka percakapan. Tidak berani menatap wajah Mita yang sedang tidur namun tak
disangka Mita mendongakan kepalanya di balik selimut. Sebenarnya sih nyawa dia
belum benar-benar terkumpul masih di alam mimpi tapi mendengar suara Lia
membuatnya semangat.
Mita tersenyum tulus sambil memeluk Lia.
“Maaf Li, gue memang bego.”
“Tapi, itu--”
“Udahlah ngak usah dibahas. Gue aja yang
sok gengsi bersikap dingin untungnya Wahyu ngingetin. Sekarang kita sahabatan
lagi, kan?”
“Thanks ya, tentu dong. Cieee yang
diingetin.”
“Haha, Wahyu itu memang pahlawan tapi yang
penting kamu tetap sahabat terbaik. Besok jalan yuk! Awas kalau ngak.” Mita
kemudian mengulurkan tangan kanannya yang kemudian disambut oleh Lia.
bersambung
ke... EPILOG!
0 comments