Me of Colorful


-EPILOG-

Sebelumnya di Part 5

Pagi, di hari minggu. Inilah hari terakhir mereka bertemu untuk dua minggu ke depan. Mita yang akan ikut bertanding mewakili sekolah di kejuaraan basket Internasional dan Lia memutuskan kembali pergi ke Yogya dalam pertemuan penulis muda yang sempat tertunda dulu. Tentu sehari ini menjadi hadiah manis, mengingat Lia pernah bermimpi akan menikmati hari hanya dengan Mita. Maka di mulai dengan menonton film, memasak bersama dan makan es krim di taman sambil mengobrol cerita waktu kecil sampai kepada hal-hal yang tidak begitu penting. Semuanya mengalir secara menyenangkan layaknya persahabatan yang sempurna.

Lia berdiri jauh dari bibir pantai. Dia bersemangat berlari menuju hamparan ilalang luas yang sangat indah, tiba-tiba seseorang menyentuh pundaknya. Lia menoleh dan melihat Mita berdiri juga di belakangnya.

“Mita ini sangat indah, darimana kau tau tempatnya?” tanyanya sambil mengajak Mita memandang langit penuh siluet senja.

“Dari Wahyu.” jawab Mita singkat.

“Dia sudah masuk ke dalam permasalahan kita aku harus berterima kasih juga nih Mit,” kata Lia bergumam.

“Ini, ada titipan Wahyu untukmu aku lupa waktu itu.” lanjutnya menyodorkan bola kristal berbentuk hati. Sahabatnya tidak mengatakan apa-apa hanya tersenyum. Air mata Mita mulai menetes tapi dengan cepat juga di hapusnya.

“Oh iya, Lia... Setelah ini gue pasti jadi kangen ngejahilin, tidak ada lagi tarik-tarikan rambut huh!” ujar Mita menarik gemas rambut Lia.

“Iya, iya apalagi si Wahyu murung di ruangan OSIS. Nggak kasihan?” sindir Lia.

Masih dalam keadaan pipi memerah, Mita spontan langsung menarik kedua tangan Lia mengacak-ngacak rambut lalu mengelitiknya padahal ia benar-benar memikirkan apa yang di katakan Lia sebelum cewek itu mengatakan dulu. Namun, waktu terus berjalan. Hari telah malam mereka tidak akan pernah melupakan sehari yang terasa singat ini.

Dalam tulisan yang baru di tulisnya di halaman terakhir buku catatan bercoverkan ‘Friendship of Colour’ Lia menyimpulkan: tidak ada terlambat maka tidak ada kehilangan, tidak ada persahabatan maka tidak ada kebersamaan, tidak ada kisah cinta maka tidak ada ketulusan, begitupun pada manusia tidak ada kisah sendiri yang tidak dapat di ceritakan.




~Selesai.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Semakin ke sini, mulai bermunculan. Sementara aku sendiri sama sekali tetap sendiri di antara keramaian ini. Emosi tanpa batas kelelahan yang kian menjadi buat suasana tidak seperti dulu, iya, sekarang sudah kaku. Hanya untuk menulis satu kata saja sulit seolah aku telah benci namanya menulis. Kalau berkata saja tidak bisa meluapkan ekspresi dan menulis juga demikian lalu dengan apa aku mengekspresikannya lagi? Aku seperti manusia beraga tapi tak bernyawa. Bodoh. Selalu manja sama mood. 

Tidak peduli orang mau tertawa senang aku tetap saja diam ntah setiap sudut saraf sekalipun rasanya tak ada lagi namanya tawa. Ahh bukan. Maksudnya aku masih bisa ketawa mungkin tawanya yang berbeda.

Benar-benar di luar dugaan sama sekali bukan diriku Tuhan.. tak harus aku memposting tulisan memalukan ini harusnya aku membagi pada orang-orang, bagaimanapun mereka semua tau soal pribadiku tapi lagi-lagi aku takut dikecewain. Masalah satu belum selesai timbul masalah lain. Itu yang aku takutkan biarlah ada saatnya mereka akan mengerti. Aku tau mereka semua juga punya masalah yang sama karena pada dasarnya manusia harus punya waktu sendiri buat menyelesaikannya. “Tanah yang kosong belum tentu bisa di desain penuh pasti masih menyisahkan petak-petak kosong.” Petekan kosong itulah waktu buat kita belajar untuk menjadi lebih baik. Percayalah Tuhan tidak akan memberi kesulitan di batas titik terendah.

Walau ada jalan lurus yang mulus tanpa jurang kenapa tidak sekali-sekali melewati jalan tikungan yang terjal.Yang awalnya baik-baik saja belum tentu akhirnya akan baik. Katakan saja tulisan ini hanya untuk menghibur kekangenan mengenai opini yang kekanak-kanakan.

Biarlah 5 10 20 tahun lagi aku membaca ini dengan senyuman di wajah biar aku tau manusia ternyata perlu perbedaan dan tak semuanya sama atau sejalan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sebelumnya di Part 4

“Sembilan tahun lalu ingat kan saat tersesat di puncak cowok yang ngerawat lo sampai bertemu Lia. Itu adalah gue, Wahyu. Kita sempat kenalan dan lo cerita semuanya tentang sahabatmu Lia walaupun ia sahabat manja dan cengeng. Tapi tetap saja lo nerima apa adanya, ngak mengeluh dan menyenangkan makanya gue ikut juga ngerasa. Eh, rupanya lo juga mudah sedih selalu nanyain ‘kenapa’ jadinya seperti bersalah padahal lo butuh perhatian. Hmm.. kita memang dulu masih kecil dan sampai sekarang, ntah mengapa gue berandai pengen punya pasangan sepertimu Mit. Kemudian... lo menghilang... dan gue, menunggu, ingin selalu ada di samping lo dengan cara begini.” Wahyu membeberkan panjang lebar menerawang jauh di kursi kemudi.
     “Mita, please jangan bersikap dingin pada siapapun gue ngak suka dan gue tau persahabatan kalian hancur karna gue, maaf. Tapi tak ada salahnya untuk kalian memperbaikinya.”
      Mita hanya terdiam karena tidak tahu harus bagaimana merespons kata-kata Wahyu. Terkadang ia memandang Wahyu dengan nanar. Cowok itu memang sudah begitu dekat dengannya, namun... Mita belum bisa menyuruhnya buat menyinggah di relung hati.

     Kini Jazz hitam Wahyu sampai di depan rumah, Mita mengelus pelan tangan kiri Wahyu yang sedang memegang tuas gigi mobil.
     “Makasih. Gue akan mencoba semuanya dengan baik, Yu... jangan terlalu mengkhawatirkan gue. Yang lebih bikin khawatir justru diri lo sendiri.”
     Mita membuka pintu mobil dan segera membuka pagar rumahnya. Gadis itu sudah tidak sabar mengistirahatkan sejenak tubuh dan pikirannya yang telah berhasil melewati rentetan kejadian. Setidaknya ini diakhiri kejelasan dari Wahyu. Terlebih lagi Wahyu juga suka dengannya. Cuma untuk persahabatan bersama Lia? Akan segera di perbaiki.
    

“Bik Ona ngak berani, non saja yang langsung masuk. Tadi waktu pulang non Mita jutek, suer deh, ciyuuus.” Kata bik Ona pembantu gaul.
     “Ckck lucu deh si bibik. Aku masuk ya bik,”
     Bik Ona mengangguk. Lia diam sejenak, karena masih dalam proses berpikir kalimat apa yang akan ia katakan nanti pada sahabatnya. Terlepas betapa dia sangat mendambakan persahabatan lagi dan terlepas juga masalah yang harus mereka perbaiki.
     “Mit, harusnya aku yang salah. Bukannya ikutan menyelesaikan masalah aku malah kabur gini, aku egois... maaf.” Lia membuka percakapan. Tidak berani menatap wajah Mita yang sedang tidur namun tak disangka Mita mendongakan kepalanya di balik selimut. Sebenarnya sih nyawa dia belum benar-benar terkumpul masih di alam mimpi tapi mendengar suara Lia membuatnya semangat.
     Mita tersenyum tulus sambil memeluk Lia. “Maaf Li, gue memang bego.”
     “Tapi, itu--”
     “Udahlah ngak usah dibahas. Gue aja yang sok gengsi bersikap dingin untungnya Wahyu ngingetin. Sekarang kita sahabatan lagi, kan?”
     “Thanks ya, tentu dong. Cieee yang diingetin.”
     “Haha, Wahyu itu memang pahlawan tapi yang penting kamu tetap sahabat terbaik. Besok jalan yuk! Awas kalau ngak.” Mita kemudian mengulurkan tangan kanannya yang kemudian disambut oleh Lia.



bersambung ke... EPILOG!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts
ana's. Powered by Blogger.

About me



"Semua ditulis atas pendapat ego, filosofi sosial, dan diskusi santai. Tulisan saya tidak istimewa hanya pengingat untuk saya baca ketika sulit berekspresi berharap seperti minuman yang diseduh; menghangatkan."

Social Media

  • LinkedIn
  • Twitter
  • Gmail

Categories

Artikel (2) Cerita Bersambung (10) Cerita Pendek (12) Ceritaku (8) Opini (9) Quotes (12)

recent posts

Blog Archive

  • ►  2024 (1)
    • ►  December (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2019 (7)
    • ►  April (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  August (1)
  • ►  2016 (2)
    • ►  May (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
  • ►  2014 (6)
    • ►  December (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
  • ▼  2013 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ▼  April (4)
      • CERBUNG: Sehari Bersama Lia (Epilog)
      • QUOTES: #7
      • OPINI: Tidak Semuanya Sejalan
      • CERBUNG: Sehari Bersama Lia (Part 5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (4)
  • ►  2012 (10)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2011 (2)
    • ►  November (2)

Free Blogger Templates Created by ThemeXpose