CERBUNG: Kembali (Part 2)

by - 18.12.14

Sebelumnya di part 1

Pukul delapan malam, bel pintu apartemennya berbunyi. Gia terbangun dengan kepala sedikit pusing sepulang dari perjalanan di Bogor tadi ia langsung merebahkan tubuh ke kasur. Gia melirik jam di pergelangan tangannya, sudah empat jam ia tertidur.
            Gia mendongak menatap orang di balik pintu kamarnya. “Kirain siapa, kenapa?”
            “Gia ih gitu. Gue tadi dari tempat teman, iseng mampir kesini, kebetulan satu apartemen sama Lo baru pindah ke Jakarta.”
            Gia mengangkat bahu. “Ya, yang temannya dimana-mana,” cibirnya yang hanya dibalas dengan tawa.
            Mereka berdua duduk berhadapan di meja dapur yang terdapat kertas-kertas di atasnya dengan cangkir di tangan. Seperti biasa walau dalam kondisi pusing bahkan tidak sehat sekalipun Gia tetap melanjutkan pekerjaannya dari layar laptop.
            “Astaga, benar-benar gila kerja. Ini belum selesai juga? Istirahat dulu Gi.”
            Gia mendengus mengambil alih kertas-kertas yang dibaca temannya.
            “Kalo masih sama coba dulu untuk berbaikan dengan perasaanmu,”
            “Selama perasaan itu membawa lebih baik kenapa nggak kan.”
            “Kau yakin?” Gia merasa hatinya akan baik-baik saja dan ia tidak bisa menahan senyum harunya.
            Teman Gia mengangguk, melambaikan tangan dari arah pintu. “See you!
            “Thanks, lain kali kalo mampir kesini bawa pizza ya,”
            “Sama chessburger juga.” Lanjutnya. Dari balik pintu apartemen Gia bisa mendengar suara temannya yang menjawab dengan nada protes.
           
“Welcome to Jakarta, bro. The place where somebody busy in this city,” sapa seorang lelaki dengan nametag ‘Daniel’ yang mendekati Julian sambil memasukkan donat ke mulutnya.
            “Eh, Dan, itu donat terakhir gue. Sialan lo datang-datang sok ngingris nggak banget,” ujar Julian sewot.
            Dengan ekspresi santai Daniel menarik kursi sambil mengibaskan tangan kanannya.
            “Ah, gue ketipu, dikira pulang dari UK sono lo ngajakin Bahasa Inggris tampang juga malah makin kumel.”
            “Kejam banget lo, gue bosan dengarin Bahasa Inggris dan kabar baiknya gue disana masuk list cowok playboy,”
            “Sejak melarikan diri itu kemudian tanpa kabar lalu kembali lagi ke Tanah Air,” Daniel menyambung perkataan Julian memberikan penekanan dramatis pada tiap kata.
            Julian tertawa renyah.
            “Lagian lo kenapa baru muncul Lian harusnya buktiin kalo lo memang benar.”
            Tanpa membalas tatapan Daniel ternyata banyak hal yang telah mempengaruhi dirinya selama ini. Apa mungkin masih marah separah itukah? Bagaimana harus memulainya bila semua di anggap salah? batin Julian.
            “Woy Lian! Gue ikut sarapan bareng disini ya sekalian nanti berangkat ngantor kalo sarapan di luar dikira keluyuran jam kerja.”
            “Pantesan rapi. Makanya cepat nikah cari cewek biar ada yang bikin sarapan gue banyak daftar cewek cakep mau satu nggak,” goda Julian.
            “Gue mah nunggu lo aja.”
            Julian memutar bola matanya malas bergegas keluar kamar menuju pintu Lift. “Cepat turun! Nyesal gue ngajak lo pagi-pagi kesini macam wartawan yang lagi cari berita.”
            “Lian, lo lagi nggak nyuruh satpam buat ngusir gue kan?”
            “Nggak lucu. Ya, nggaklah kita mau ke restaurant bawah.”
            “Hehe, teman baik.” Daniel nyengir.
            Semuanya tertawa puas seperti sedang ada perayaan pesta di restaurant ini. Carlos berlari menuju halte yang terdapat di samping restaurant, dengan refleks ia menabrak perempuan  yang terburu-buru membawa buku saat membuka pintu restaurant.
            “Sorry, mas, itu buku saya ada dibelakang tolong ambilin.”
            Carlos menyerahkan buku bertuliskan cover ‘note Gia’.
            Dari dalam restaurant Julian menaikkan alisnya. “Senyam-senyum kenapa lo?”
            “Duh itu Lian pagi-pagi ada adegan romantis di depan pintu.”
            “Yaelah norak lo!”
            Begitu Julian melanjutkan makannya ia menoleh ke arah pintu restaurant tampak perempuan tadi sudah duduk dipojokkan kanan dan lelaki tadi sedang berjalan ke halte sambil membetulkan letak kacamatanya. Tiap orang menyimpan permasalahan sendiri. Pikirnya.




bersambung... Part 3

You May Also Like

0 comments